PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM KEDUDUKANNYA SELAKU PEJABAT UMUM
Jurnal Ilmu Hukum Prima, Volume 1, No 1, Sept 2011
Kamis, 14 September 2017 09:41 | Sudah dibaca 1025 kali
Notaris sebagai Pejabat Umum membantu menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat. Posisi Notaris berada dalam ranah pencegahan (preventif) terjadinya masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan. Lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2004 sebagaimana dituangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 117, semakin mempertegas posisi penting Notaris sebagai Pejabat Umum yang memberikan kepastian hukum melalui akta otentik yang dibuatnya. Yang termuat dalam Akta otentik adalah kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Notaris dalam menjalankan jabatannya berperan secara independen (tidak memihak) dan bebas (unpartiality and Independency). Keterangan palsu yang tercantum dalam akta Notaris tersebut membutuhkan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut oleh pihak yang berwenang (Polri), apakah bersumber dari para penghadap yang memberikan keterangan tidak lengkap/tidak jujur, dan atau memberikan dokumen palsu kepada Notaris yang mengakibatkan lahirnya akta yang cacat hukum. Apabila kesalahan yang terjadi pada pembuatan akta otentik tersebut berasal dari para penghadap dengan memberikan keterangan yang tidak jujur/benar dan memberikan dokumen palsu kepada Notaris, maka para penghadaplah yang seharusnya dikenakan tuntutan pidana oleh pihak yang dirugikan dengan terbitnya akta yang mengandung cacat hukum tersebut. Notaris yang menerbitkan akta yang mengandung cacat hukum tersebut tidak terlibat sama sekali dalam memasukkan keterangan palsu, maka secara hukum Notaris yang bersangkutan terlepas dari jerat hukum . Salah satu perkara pidana Perkara Nomor 3036/Pid.B/2009/PN.Mdn yang menjatuhi hukuman 1 tahun penjara kemudian oleh Pengadilan Tingi Medan ditambah menjadi 2 tahun penjara yang melibatkan Notaris di Medan dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana turut serta menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta. Permasalahan adalah bilakah notaris dapat dikatakan telah melanggar ketentuan pidana terhadap akta otentik yang dibuatnya . Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif. Adapun hasil penelitian ini adalah Sikap majelis hakim dalam menetapkan pertanggungjawaban pidana notaris tidak tepat, karena tidak memperhatikan kedudukan notaris sebagai pejabat umum.
Kata Kunci: